METRONEWS2.COM , JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid menilai kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah SPBU swasta bukan disebabkan kebijakan pemerintah.
Nurdin Halid meyakini persoalan tersebut disebabkan karena faktor internal masing-masing perusahaan. “Ini lebih disebabkan oleh faktor internal perusahaan SPBU swasta dalam mengelola proyeksi permintaan dan manajemen supply chain mereka, bukan karena pasokan nasional atau kebijakan pemerintah yang keliru,” ujar Nurdin dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (20/9/2025).
Politikus Golkar itu berpandangan bahwa tinggi dan rendahnya permintaan konsumen di lapangan sangat dinamis.
Oleh karena itu, kata Nurdin, kekosongan stok BBM di SPBU swasta bisa dipengaruhi oleh perhitungan yang kurang matang ketika terjadi lonjakan permintaan.
“Itu biasanya karena perencanaan internal mereka yang kurang akurat dalam memproyeksikan permintaan, sehingga memengaruhi distribusi di jaringan mereka sendiri. Apalagi kuotanya sudah ditambah 110 persen oleh pemerintah dibandingkan dengan tahun 2024,” kata Nurdin. Nurdin menambahkan, langkah pemerintah membuka impor BBM tambahan melalui Pertamina dilakukan, bukan dilakukan karena kurangnya stok pasokan secara nasional. Langkah tersebut, lanjut Nurdin, dilakukan demi menjaga ketersediaan pasokan dalam negeri, sekaligus menjaga stabilitas harga seiring dengan kelangkaan BBM di SPBU swasta. “Gangguan distribusi di beberapa titik SPBU swasta Jabodetabek jangan dipelintir jadi seolah-olah pasokan nasional terganggu. Faktanya, stok nasional aman, kuota impor terkendali, dan pemerintah sudah menyiapkan skema agar distribusi BBM lebih efisien sekaligus menjaga stabilitas energi jangka panjang,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, kelangkaan BBM di SPBU swasta terjadi di sejumlah wilayah. Kondisi ini memicu anggapan bahwa Pertamina melakukan monopoli. Anggapan tersebut semakin menguat setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa SPBU swasta bisa membeli BBM melalui Pertamina. Namun, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menegaskan tidak ada kebijakan impor BBM satu pintu melalui Pertamina. Menurut dia, impor lewat Pertamina hanya berlaku untuk kuota tambahan yang disesuaikan kebutuhan SPBU swasta hingga akhir 2025.
“Pemberian alokasi kepada badan usaha juga sudah sesuai, bahkan porsinya ada penambahan persentasenya. Dan untuk sekaligus meluruskan bahwa tidak ada impor satu pintu oleh Pertamina,” kata Simon di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).
Dia menjelaskan, sejak awal 2025 SPBU swasta sudah mengimpor BBM melalui badan usaha masing-masing sesuai alokasi yang diberikan pemerintah sebesar 110 persen.
Sementara untuk tambahan hingga akhir tahun, Kementerian ESDM menyarankan agar mekanisme dilakukan melalui Pertamina.
SPBU swasta yang terdiri dari British Petroleum (BP), Shell, dan Vivo pun sudah menyetujui hal tersebut.
“Jadi untuk penambahan sampai akhir tahun ini, itu adalah penambahan dari alokasi yang sudah diberikan. Nah, untuk penambahan memang saran dari kementerian untuk dikolaborasikan dengan Pertamina,” tutur Simon. Simon menegaskan bahwa pihaknya tidak mencari keuntungan dari kesepakatan yang mengizinkan SPBU swasta membeli BBM lewat Pertamina.
“Pertamina juga tidak memanfaatkan situasi ini dan tidak mencari keuntungan di sini,” ujarnya. Menurut dia, mekanisme penjualan di SPBU swasta yang digunakan adalah sistem terbuka atau open book.
Dengan begitu, harga BBM yang dijual ke masyarakat diharapkan tetap terkendali. “Jadi, kita melihat cost-cost apa yang muncul, kemudian diatur mekanisme secara B2B. Yang pasti jangan sampai membebankan dan nanti harga ke konsumen jadi lebih tinggi. Jadi, kita harapkan harga ke konsumen tidak berubah,” kata dia.
source – kompas